Postingan

Damai

 Sedari awal aku tak pernah berharap apa-apa yang berhubungan dengan keputusan. Walau aku juga tidak tutup mata pernah meminta keseriusanmu untuk menjadikan diri sebagai tujuan masing-masing. Namun itu tak berangsur lama mengingat singkatnya waktu yang Tuhan berikan untuk kita. Lalu disusul dengan rasa mu yang hilang menguap bersama udara. Aku.. bisa apa? Bisa. Bisa belajar banyak hal terutama soal ikhlas melepas sebab dengan tindak tanduk apa lagi aku harus mengenangmu? Bukankah "rela" juga merupakan aksi heroik di saat kita tidak pernah punya kesempatan untuk diperjuangkan selain oleh diri sendiri. Terima kasih Mas untuk pengalaman yang terus bergulir. Semoga walaupun hidup tidak semulus yang kita harapkan, kamu bahagia dengan pilihan hidup yang dijalani. Entah bagaimana soal garis akhir biarlah aku juga punya daya membersihkan dan merawat luka-luka yang terlanjur ada.

Mana ada dusta, Rindu itu betulan berat

 Berat ya? Tapi lebih berat lagi kalau kamu kembali.  Berat ya? Tapi akan lebih sulit kalau kali ini jauh dari Allah lagi Berat ya? Gak papa, wajar kok. Tapi jangan berhenti untuk bilang semua yang kamu rasain ke Allah ya? Allah nggak menuntut mu apa-apa atas yang lalu, tapi Allah ternyata kasih kesempatan buat menuntunmu kembali. Semua perasaan ini juga ada muaranya dan nggak tiba-tiba datang di hidupmu, jadi wajar sembuhnya pun butuh waktu. Lalu, tolong, berjalan pelan-pelan saja kalau terlalu perih tapi tidak untuk kembali, yang malah bisa kamu sesali. 

Transit

 Hatiku hanya transit. Bukan salahmu juga bila belum sembuh Tapi setidaknya jangan beranjak ke orang baru Kau tahu itu akan menyakiti orang yang nanti nya menerimamu apa adanya Apalagi jika orang tersebut juga baru-baru saja sembuh dan meyakinkan dirinya untuk membuka hati lagi  Mengapa kau berlaku demikian? Apa kau tidak berpikir bahwa Tuhan itu Adil. Walau aku tak berucap, Tuhan tahu betapa perasaanku lebur bersama sosokmu yang mengabur.

Fragmen untuk Tuhan

PadaMu yang Agung PadaMu yang Menuntun ArahMu semakin jelas OlehMu tarik dilepas Sembabku membekas Kumpulan nimbus memadati cakrawala Tiada rintik sebagai pertanda Tapi mengapa jarak pandang terhalang genangan? Lantas terderai PadaMu aku melerai  Kelahi dengan diri, takdir, dan keakuan Semburat rembulan penutup windu Hendak dibawa kemana arah berlalu? Berjalan sambil berlari atau berjalan sesekali berhenti? PadaMu yang gaungnya memecah malam OlehMu bawalah biru yang abu-abu Pun semoga yang Maha… Menyingsing cahya di jalan fana, pada.. (jeda yang mati) Puisi 14 Maret yang kupermak sedikit di pengulangan hari ke 21, 25/03/2024

soal mencintai aku pamit undur diri

 Mencintaimu, adalah jalan yang kupilih dengan segala konsekuensinya. Hal-hal yang sebenarnya sudah nampak sejak awal bahkan sudah kuperingatkan, untukmu dan diriku. Namun kau seolah meyakinkan bahwa semua "boncengan" yang terlanjur kutahu itu akan kau coba untuk tinggal. Tapi ternyata sekarang beban-beban itu kau ambil lagi bersisian dan aku yang disisihkan. Jadi maaf aku berusaha untuk tidak mencintaimu lebih dalam. Terima kasih lagi-lagi aku disadarkan bahwa cukuplah diriku yang mesti diselamatkan pada kondisi demikian. Soal mencintaimu, aku tidak pernah menyesal walau berujung kekecewaan nan berawan. Itu urusanku. Uruslah dirimu dan sesuatu yang hendak kau genggam, entah apapun itu. 

Bulan baru biru abu-abu

 Letih bersilih ku menjaga rindu Rupanya kau sudah beralih ke sosok yang baru Sebenarnya tidak baru. Hanya aku saja yang terlalu lugu. Tak menyadari bahwa di samping ku kau juga menyebar jala ke pihak lain.  Lalu saat kau melepasku yang kupikir akan berpusat pada dirimu saja. Ternyata aku salah sangka. Seperti katamu, kau tak bisa berlama-lama tanpa sosok di sisimu. Yah beginilah akhir kisahku. Semestinya memang tutup buku, tanpa perlu repot-repot membolak balik halaman yang telah lalu. Tapi bagaimana? Buatku ini sama seperti perkara yang abu-abu dan biru. Mungkinkah aku masih mencintaimu? Atau aku terlalu lelah melangkah ke rute yang baru? Setidaknya untuk saat ini.